Sunday 15 November 2015

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Wildan Ahmad N.H,S.Sos.I,MM ABSTRAKSI Pendidikan sangat menentukan terhadap pembentukan watak, kepribadian, karakter dan budi pekerti warga. Oleh karenanya, fenomena kejahatan, tindak criminal, perbuatan asusila dan penggunaan narkoba, baik oleh warga masyarakat maupun anak didik, maka pendidikan dianggap yang paling bertanggung jawab. Di Indonesia sendiri, berbagai penyelewengan dan kejahata juga kerap terjadi, mulai dari korupsi, bullying, narkoba di lingkungan sekolah dan lain-lain. Terjadinga berbagai penyelewengan dan kejatan tersebut menandakan rendahnya akhlak, budi pekerti dan karakter bangsa. Menyadari hal itu pemerintah melalui Kemendiknas mencanangkan, salah satunya adalah model Pendidikan karakter untuk meningkatkan karakter dan budi pekerti warga bangsa. Ini bukan berarti sebelunya tidak ada pendidikan karakter namun pemerintah lebih menekankan pendidikan karakter secara tersiste. Langkah awal pemerintah dimulai dari lembaga sekolah maupun madrasah dengan menyisipkan nilai karakter bangsa ke dalam persiapan dan proses pembelajaran. Guru dalam hal ini menjadi kunci atas keberhasilan penerapan pendidikan karakter ini sebab gurulah yang secaralangsung berhadapan dengan peserta didik. Guru dalam hal ini dituntut untuk menyiapkan perangkat pembelajaran dan kemudian melaksanakan pendidikan berkarakter di kelas. Namun, sementara ini kenyataannya guru masih belum siap secara utuh untuk melaksanakan pendidikan karakter ini. Kebanyakan guru bisa menyisipkan nilai karakter bangsa pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tapi ditak bisa sepenuhnya melaksanakan dalam kelas. Bahkan masih ada sebagian besar guru yang justru untuk menyusun RPP berkarakter masih belum bisa apalagi melaksanakannya. Sementara ini potret pendidikan yang bisa dikatakan eksis dalam membina karakter adalah sistem pendidikan di pesantren atau sekolah-sekolah yang diasramahkan. Karena pada prinsipnya penenaman karakter lebih efektif dengan pembiasaan dan percontohan dan ini lebih memungkinkan di lakukan di pesantren atau asramah yang diawasi langsung oleh gurunya. A. PENDAHULUAN Untuk kesekian kali dunia pendidikan kita menjadi yang tertuduh atas kebobrokan bangsa. Dari berbagai peristiwa saat ini, mulai dari kasus Gayus Tambunan, Nazaruddin, Makam Periok, tawuran antar pelajar bahkan antar mahasiswa cukup menjadi bukti atas runtuhnya potensi bangsa Indonesia atau dengan bahasa yang agak kasar “kebobrokan bangsa”. Peristiwa lain yang membuktikan atas kebobrokan ini misalnya berbagai macam psikotropika dan narkotika banyak beredar di kalangan anak sekolah. Lebih mengerikan, penjual dan pembeli adalah orang-orang yang masih berstatus siswa. Mereka menjadi pengguna sekaligus pengedar. Fenomena tersebut seolah memantapkan hasil survei PERC ( Political and Economic Risk Colsultancy) dan UNDP ( United Nations Developmen Program ). PERC menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia, satu tingkat di bawah Vietnam (dari 12 negara yang disurvei).[1] Sementara itu laporan UNDP tahun 2004 dan 2005 menyatakan bahwa IPM (indeks pembangunan manusia) di Indonesia juga menempati posisi terburuk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan 111 dari 175 negara dan tahun 2005 menempati urutan 110 dari 177 negara. Litbang kompas juga menyebutkan data dan fakta bahwa 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI dan Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU, KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM. Data dan fakta di atas merupakan bagian dari kemerosotan moral dan karakter yang menunjukkan bahwa ada kegagalan pada pendidikan kita dalam menumbuhkan manusia yang berkarakter dan berakhak mulia atau dengan bahasa sederhana pendidikan kita belum bisa mengubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan. sehingga dalam berbagai macam posisi di dunia, bangsa Indonesia juga mengalami kemunduran. Menyadari hal tersebut, pemerintah pada tahun 2010 mengambil langkah dengan mencanangkan visi penerapan pendidikan karakter atau pendidikan nilai-nilai karakter budaya bangsa. Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 01 Tahun 2010 tentang budaya Karakter Bangsa, kewirausahaan, dan Ekonomi Kreatif serta Impres No 06 Tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif. Pendidikan karakter harus ditanamkan dan dimiliki oleh setiap manusia yang ingin berubah sikap dan perilakunya dalam kehidupan sejak dini. Baik elemen masyarakat pendidikan, guru, dosen, pemerintah, mahasiswa, dan pelajar. Semua elemen tersebut harus memiliki sifat dasar dan karakter yang kuat sebagai generasi penerus bangsa. Pendidikan karakter menjadi sangat penting sebab ia merupakan ruh pendidikan dalam pembentukan manusia.[2] Sebenarnya, gagasan pendidikan karakter ini sebelumnya telah dikampanyekan oleh presiden Soekarno pada awal tahun 1960-an. Pendidikan karakter tersebut oleh Suekarno dikenal dengan nation and character building. Beliau berpandangan bahwa nation and character building sebagai bagian intergral dari pembangunan bangsa. Karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia[3]. Pendidikan karakter ini dapat ditelusuri dari keterkaitannya dengan kewarganegaraan (citizenship) yang merupakan wujud dari loyalitas setiap manusia. Di Barat, terminology pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan sejak tahun 1990-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karyanya yang berjudul, The Return of Character Education. Sebuah buku yang menyadarkan dunia Barat bahwa pendidikan karakter adalah sebuah keharusan. Ia mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda-tanda zaman harus diwaspadai. Karena jika sepuluh tanda ini suda ada, berarti sebuah bangsa menuju kehancuran.[4]sepuluh tanda itu adalah: 1) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja 2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, 3) pengaruh peer-group yang kuat dalam kekerasan, 4) meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan alcohol, narkoba, seks bebas, 5) kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6) etos kerja menurun, 7) rendahnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru, 8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara, 9) membudayanya ketidakjujuran, dan 10) adanya sling curiga dan benci antar sesama. Mencermati beberapa kasus kejadian di Indonesia sebagaiman digambarkan di atas, kemudian kita cocokkan dengan tanda-tanda yang dikemukakan oleh Lickona, maka bangsa Indonesia sudah termasuk kedalam kategori Negara yang menuju kehancuran. Sehingga pendidikan karakter atau pendidikan budi pekerti menjadi harga mati. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendidikan karakter ini benar-benar menjadi prioritas dalam implementasinya, khususnya di sekolah atau instansi pendidikan? Sebab sekolah sebagai instansi pendidikan dimana pendidikan itu sendiri merupakan pembudayaan, tidak bisa menghindarkan diri dari upaya pembentukan karakter bagi anak didik. B. KONSEP DASAR PENDIDIKAN KARAKTER

No comments:

Post a Comment

Manajemen Pembinaan Akhlak

Indonesia kini tengah berada dalam kondisi krisis dan dekadensi moral. Terjadinya kerusakan atau kemerosotan moral di Indonesia disebabkan ...