KONSEP PEMBANGUNAN
DALAM
ISLAM
Oleh
Imam
Solahudin
(Dosen Sekolah
Tinggi Agama Islam Muhamadiyah Garut)
Islam merupakan Agama yang
diturunkan Allah SWT sebagai risalah penutup dari risalah – risalah sebelumnya.
Sudah barang tentu Islam merupakan ajaran yang sudah sempurna, dimana Islam tidak hanya mengatur masalah yang meliputi ritual belaka, akan
tetapi juga mengatur semua urusan kehidupan dan penghidupan umat manusia di
dunia ini secara lebih luas. Manusia diciptakan ke dunia ini adalah sebagai
khalifah dimuka bumi (khalifatu fil ardhi) yang pada dasarnya adalah “Wakil Tuhan” dalam fungsinya untuk memakmurkan dunia ini
sebagai bentuk pertanggungjawabannya selama hidup dalam mengemban amanah
dari-Nya. Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari
Allah untuk dikelola (dimanfaatkan)
secara optimal untuk kesejahteraan umat manusia. Untuk senantiasa peran dan
fungsi khalifah ini berjalan sesuai
dengan pesan awalnya, maka Allah memberikan petunjuk kepada seluruh umat
manusia melalui para Rasul-Nya.
Nilai-nilai yang dipandu oleh para Rasul tersebut secara garis besar
meliputi tiga aspek yaitu Akidah, Akhlaq dan Syariah. Akidah dan akhlaq bersifat
tetap dan permanen, artinya pesan utama yang dibawa para Rasul sampai akhir
zaman, Akidah dan Akhlaq adalah sama, yang intinya yakni Tauhid. Namun untuk
syariah masing-masing bisa berbeda, hal ini menunjukan bahwa syariah cenderung
dinamis, syariah akan sangat dipengaruhi oleh perubahan peradaban umat manusia
pada zamannya. Syariah Islam yang sampai hari ini tetap dijalankan dan
senantiasa dipelihara oleh umat Islam akan senantiasa memberikan alternatif dan
solusi terhadap tuntutan dan perubahan zaman. Syariah Islam yang dibawa oleh
rasul terakhir mencakup seluruh aspek
kehidupan termasuk ekonomi. Syariah Islam selain komprehensif juga bersifat universal.
Komprehensif artinya bahwa syariah Islam mencakup seluruh aspek
kehidupan dan penghidupan, baik urusan ritual (ibadah) maupun muamalah (hubungan kehidupan sosial). Keterpaduan
antara muamalah (ekonomi, politik, bermasyarakat, berbudaya dll) serta ibadah
dalam kehidupan ini merupakan perwujudan dari kewajiban diri sebagai hamba yang
menjadi khalifah di bumi ini. Universal artinya bahwa syariah Islam dapat
diterapkan disetiap waktu dan zaman, sampai dunia ini berakhir. Fleksibiltas
syariah ini lebih merupakan porsi terbesar
dari muamalah. Muamalah jelas sangat dinamis dan tetap bisa mengikuti
tuntutan dan perubahan zaman, namun demikian
tetap dalam bingkai dan koridor dasar Islam utama yaitu sejalan dengan
Al-Quran, As-Sunnah dan ketetapan hukum
lainnya yang telah disepakati bersama yaitu Ijma maupun Qiyas.
Tentunya sifat muamalah ini
dimungkinkan, karena menurut Syafi’I Antonio bahwa Islam mengenal hal-hal yang umum diistilahkan sebagai tsawabit wa
mutaghoyyirot (principles & variables). Dalam bidang ekonomi misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan,
pengenaan zakat, keadilan, kejujuran, tidak menzalimi, transparan dan lain sebagainya. Adapun contoh variabel
adalah instrumen-instrumen untuk melaksanakan
prinsip-prinsip tersebut. Misalnya dalam hal jual beli, penerapan produk mudharabah dalam investasi, pembagian zakat kepada yang
berhaknya, penerapan asas musyarakah dalam kerjasama dan lain sebagainya
merupakan variabel penting dari turunan jual beli tersebut.
Namun demikian masih dirasakan dan
menjadi salah satu Problema besar yang
harus dipecahkan oleh ummat Islam adalah masih adanya pemahaman salah dari umat Islam itu sendiri,
yang beranggapan bahwa Islam hanya mengatur bidang ibadah saja, jelas ini
sangat keliru. Mungkin persepsi seperti inilah yang menjadikan umat Islam tertinggal
dan selanjutnya kalah bersaing dengan
bangsa-bangsa lainnya dalam persaingan
kehidupan nyata. Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi kita, masa depan
akan sangat tergantung kepada seberapa
besar keseriusan dan komitmen kita untuk menjalankan nilai ajaran Islam secara
lebih historis.
KONSEP PEMBANGUNAN
DALAM ISLAM
Menurut
Akhamd Kursyid (1980), paling tidak minimal ada empat konsep dasar utama dalam pembangunan, yaitu:
a. Konsep Tauhid, tauhid merupakan
puncak dari ajaran risalah ke semua nabi dari Nabi Adam As sampai Nabi akhir zaman Muhammad SAW yang bersifat
permanen. Risalah inilah yang akan
menuntun semua sisi kehidupan dalam beriman kepada Allah SWT sekaligus rujuakan
semua tindakan manusiawi dalam kehidupan dan penghidupan. Nilai-nilai ini tidak masuk dalam segmen kehidupan
diniscayakan manusia akan merugi dan sesat.
b. Konsep Rububiyah, konsep ini berfungsi
sebagai dasar undang – undang seluruh alam semesta yang mengatur tatacara dan
seluruh proses bagaimana berbagai macama karunia Allah di ala mini digunakan
untuk meraih kesejahteraan hidup umat manusia.
c. Konsep khalifah, Konsep ini
menerangkan posisi dan peran manusia sebagai representasi “Wakil Tuhan” untuk mengelola berbagai macam resources yang
diamanahkan kepada manusia untuk diolah dan manfaatkan dalam kehidupan sebagai bekal ibadah kepadaNya. Semua segmen
tatanan kehidupan nyata seperti politik, ekonomi, social, budaya dan lainya dituntut senantiasa selaras dengan
kemaslahatan bersama.
d. Konsep tazkiyah, konsep ini merupakan
bentuk penyucian jiwa sebagai diri yang mendapatkan tugas mulia di muka bumi
ini untuk senantiasa memperbaiki sikap
dan tindakan dalam hidup baik yang berhubungan dengan Allah, sesama,
lingkungan, Negara, dan lain sebagainya.
Contoh ideal konsepsi ini adalah seperti yang diteladankan oleh para
nabi dan rasul Allah.
Dari keempat aspek tersebut, pembangunan Islam merupakan turunan utama dari aspek tazkiyah ,
sebagaimana konsep ini menangani
berbagai isu-isu yang ada keterkaitan dengan urusan kehidupan dan penghidupan,
khususnya dalam upaya beroleh kesejahteraan didunia sekaligus menggapai
kebahagiaan di akhirat kelak. Secara detail dari konsepsi ini dapat diturunkan
lebih rinci (khususnya bidang ekonomi)ke hal berikut ini:
Pertama, Konsep Pembangunan dalam Islam bersifat komprehensif, artinya Islam mengatur berbagai
segi kehidupan umat manusia baik menyangkut aspek spiritual, aspek moral maupun
aspek material (ekonomi). Semua
sisi tadi dipastikan merupakan sesautu yang integral artinya tidak bisa dipisah-pisahkan.
Penghilangan satu sisi saja bisa menimbulkan ketimpangan dan beroleh
kebahagiaan yang hakiki akan ada hambatan baik di dunia maupun akhirat.
Kedua, pembangunan dalam islam ,sebenarnya,adalah pembangunan pribadi
manusia.karena manusia yang bertakwa dan memiliki kekuatan ilmu dan fisik yang
kuat serta didukung oleh lingkungan islam yang kondusif untuk membangun,pasti
akan dapat mensejahterakan kehidupan setiap individu muslim.ini menunjukkan
bahwa pembangunan manusia baik secara internal maupun eksternal,seperti
pembangunan sikap(akhlak),aspirasi,cita rasa,dan motivasi manusia adalah sama
fungsinya seperti faktor faktor produksi yakni modal, buruh, pendidikan,
keahlian, organisasi, dan wirausaha lainnya.sekali lagi,ini membuktikan bahwa
fokus utama pembangunan dalam islam adalah pembangunan diri manusia,dan bukan
pembangunan materi.oleh karena itu,untuk mewujudkan pembangunan ekonomi
diperlukan perbaikan kualitas diri manusia dan keterlibatan kolektif masyarakat
dalam membuat berbagai keputusan pembangunan.
Ketiga,dari konsep kedua diatas,maka konsep ketiga dapat disebutkan bahwa
pembangunan ekonomi dalam islam adalah bersifat multi-dimensi.semua faktor
produksi,sumber pembangunan,dan paktor kualitas manusia memainkan peran penting
dalam mewujudkan pembangunan umat.ini bemakna bahwa tersedianya faktor produksi
yang melimpah ruah tanpa dukungan oleh kepribadian/ketaqwaan umat islam yang
mantap dan handal,belum tentu akan menjamin terjadinya pembangunan ekonomi umat
dengan pesat.
Keempat,pembangunan ekonomi umat tidak saja terbatas pada pembangunan
manusia dan faktor produksi lainnya secara kuantitatif (jumlah)saja,tetapi juga
secara kualitatif (mutu).inilah yang menjadi pembeda selanjutnya antara konsep
pembangunan ekonomi barat dengan
konsep pembangunan ekonomi islam.dalam
konsep pembangunan ekonomi barat,pembangunan itu hanya diukur berdasarkan
peningkatan kuantitatif saja,yaitu peningkatan materi dan bukannya peningkatan
moralitas dan spiritualitas umat.sedangkan islam melihat konsep pembangunan secara
menyeluruh baik pembangunan material maupun spiritual.
Kelima, dalam membangun umatnya, Islam mengharuskan penggunaan sumber daya
alam dilakukan secara optimal dan
berkeadilan.Penggunaan sumber daya alam (rahmat) secara optimal dan
dipergunakan untuk mempererat hubungan ukhuwah islamiyyah secara adil dan
bertanggung jawab adalah merupakan bukti syukur umat islam pada khaliqnya.ini
menunjukkan bahwa proses pembangunan dalam islam haruslah dimobilisasikan
dengan sifat syukur dan adil, dan bukan dengan sifat kufur dan zalim.ini
berimplikasi bahwa pembangunan dalam islam berarti membangun spiritual,moral
dan materi setiap individu dan masyarakat kearah kesejahteraan sosial
ekonomi sebagai bagian dari usaha
manusia untuk bertaqarrub dan berubudiyah kepada Allah SWT semata.
Sikap dan kepribadian Umat Penentu Pembangunan
Allah
berfirman : ”... sesungguhnya alloh swt tidak akan merubahkeadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”
(Q.S. ar-Ra`du: 11); dan ”...yang demikian itu adalah karena sesungguhnya alloh
swt sekali kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah d ianugrahkannya
kepada sesuatu kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri...” (Q.S.al-Anfal: 53).
Kedua
ayat di atas sangat jelas menggambarkan perubahan kondisi eksternal dan mutu
hidup seseorang anak manusia iyu sendiri. Tetapi ayat ayat ini tidak
menjelaskan secara inci tentang sebab dan mekanisme bagaimana perubahan itu
terjadi baik perubahan aksi atau interaksi sosial maupun tingkat perubahan spiritual manusia. Ayat
ayat diats juga tidak menjelaskan apakah perubahan yang berlaku dalam jiwa
manusia itu semata mata terjadi akibat dari perubahan moral, koseptual atau
perubahan kedua-duanya? Sejauh mana perubahan psikologi manusia akan
mempengaruhi prilaku atau keadaan manusia? Atau sejauh mana perubahan psikologi
ini di pengaruhi ileh faktor faktor lain? Semua persoalan ini tidak di9
jelaskan dalam ayat ayat di atas. Walaupun demikian, al-Qur`an telah
menjelaskan dengan sempurna proses perubahan itu melalui konsep khalifah dan
istikhlaf. Kedua kosep ini, pada hakikatnya, berasal dari akar kata (root
word) yang sama, yaitu khalaf yang
mereflesikan dua aspek yang memiliki arti yang sama.
Seperti
telah di jelaskan di atas, konsep khalifah merujuk pada fungsi manusia sebagai
pemegang amanah alloh swt di muka bumi ini, sementara konseo ikhtilaf merujuk kepada proses bagaimana manusia bisa
menjadi khalifah alloh. Dalam hal ini, al-Qur`an menggunakan kata kata khalifah
sesuai dengan tujuan manusia itu di ciptakan alloh swt seperti termaktub dalam
ayat berikut; ”sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi” (Q.S. al-Baqarah: 30). Sebutan kata khalifah juga mengandung makna bahwa
manusia adalah mahluk yang di ciptakan
dari unsur-unsur yang unggul/terpilih di bandingkan dengan jenis-jenis
makhluk lain.
Manusia, makhluk unggul
Kelebihan
manusia atas makhluk lain terukir dalam firma alloh swt.”...dan ingatlah oleh
kamu sekalian ketika alloh menjadikan kamu sebagai khalifah sesudh lanyapnya
kaum nabi nuh, dan tuhan melebihkan kekuatan tubuh dan perawakan kamu...” (Q.S.
a`Araf: 69); dan”dan ingatlah oleh kamu sekalian ketika alloh menjadikan kamu
sebagai khalipah sesudah kaum `ad dan memberikan tempat bagimu di bumi, kamu
dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung gunung
untuk di jadikan rumah” (Q.S. al-`Araf: 74). Sementara itu, konsep
ikhtilaf padfa sebagian kumpulan manusia
yang di anugrahi kelebihan harta benda dan di ikuti perubahan jumlah
kepemilikan harta benda dan kekuatan/kemajuan (tamkin) serta pengalaman sejarah
tentang perubahan negatif yang berlaku, seperti kehancuran (ihlak) dan
malapetaka di rekamkan alloh swt dalam firmannya:”tidakkah mereka memprhatikan
dan memikirkan berapa banyak umat-umat yang telah kami binasakan sebelum
mereka, padahal (umat-umat itu) telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi (dengan kekuasaan dan kemewahan) yang tidak kami berikan kepada kamu, dan
kami turunkan hujan kepada mereka dengan lebatnya, dan kami jadikan
sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian kami binasakan mereka dengan
sebab dosa mereka, dan kami ciptakan sesuah mereka, umat yang lain?” (Q.S.
al-An`am: 6)
Namun,
dalam melakukan perubahan baik kehancuran (ihlak) maupun kekuatan/kemajuan
(tamkin) alloh swt tidak melakukannya dengan tanpa sebab yang jelas. Tamkin itu
di anugrahkan alloh swt kepada manusia karena komitmen mereka terhadap
pelaksanaan perintah alloh swt. Perkara ini selaras dengan makna ayat
berikut:”alloh menjanjikan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dari
kalangan kamu (wahai umat muhammad) bahwa ia akan menjadikan mereka
khalifah-khalifah yang memegang kuasa pemerintahan di bumi, sebagaimana ia
telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka: khalifah-khalifah yang
berkuasa; dan ia akan menguatkan dan mengembangkan agama mereka (agama islam)
yang telah di ridoinya untuk mereka; dan ia juga akan menggantikan bagi mereka
keamanan setelah mereka mengalami ketakutan (dari ancaman musuh). Mereka terus
beribadah kepadaku dengan tidak mempersekutukan sesuatu yang lain denganku. Dan
(ingatlah) siapa yang kupur ingkar sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang
yang durhaka”(Q.S. an-Nur: 55). Sebaliknya, ihlak di timpakan alloh swt kepada
manusia karena kedegilan, keingkaran, kebatilan dan kezaliman mereka terhadap
hukum alloh. Perkara ini seperti dinukilkan alloh swt dalam ayat-ayat
berikut:”dan sesungguhnya kami telah membinasakan umat-umat yang terdahulu
daripada kamu ketika mereka berlaku zalim padahal telah datang kepada mereka
rasul-rasul mereka membawa keterangan-keterangan, dan mereka masih juga tidak
beriman. Demikianlah kami membahas kaum yang melakukan kesalahan” (Q.S. Yunus:
13); dan ”dan penduduk negri-negri (yang durhaka) itu telah kami binasakan
ketika mereka melakukan kezaliman, dan kami telah tetapkan satu masa yang
tertentu bagi kebinasaan mereka” (Q.S. al-kahfi: 59).
Pembangunan moral adalah
pembangunan yang sesungguhnya
Semua
ayat di atas sangat jelas menunjukan hubungan yang sangat erat antara
pembangunan ekonomi dengan pembangunan akhlak/spiritual umat yang tercermin
dalam peningkatan ketaqwaan manusia kepada alloh rabb-al-jalil. Ini
berimplikasi bahwa jika kebaikan prilaku sesuatu adalah melebihi sikap
keburukannya, maka alloh swt akan melimpahkan kemakmuran dan kesejahteraan
hidup. Sebaliknya, kehancuran dan kemelaratan hidup akan berlaku jika kaum
tersebut ingkar dan tidak bertaqwa kepadanya. Pendek kata, pembangunan itu,
sesungguhnya, terletak pada pembangunan setiap pribadi muslim. Hanya orang yang
berprilaku sesuai aturan illahi dan senan tiasa meningkatkan ketaqwaan kepada
alloh swt dan tidak mengikuti hawa napsu saja, adalah pelaku pembangunan
sesungguhnya. Hal ini selaras dengan firman alloh swt: ”dan kalaulah kebenaran
itu tunduk menurut hawa napsu mereka, niscaya rusak binasalah langit dan bumi
serta segala isinya...” (Q.S. al-mu`minun: 71). Begitu juga dengan pemerintah
dan rakyat yang jujur dan bertaqwa kepada alloh dengan mudah akan dapat
membangun ekonominya, dan tidak sebaliknya. Artinya, untuk membangun ekonomi
umat kita harus berkemampuan untuk mengidentifikasi kebenaran alami (hakiki)
dan kemudian untuk diimplimentasikan dalam kehidupan kta sehari-hari.
Bukti
lainnya bahwa pembangunan umat itu sangat di tentukan oleh komitmen manusia
dalam melaksanakan semua aturan illahi telah di sebutkan al-Qur`an berulang
kali, seperti yang pernah berlaku terhadap umat-umat terdahulu. Perkra ini
dapat di lihat dalam ayat berikut: ”telah datang kebenaran (al-qur`an yang
memberi segala kebaikan), dan perkara yang salah tidak memberi sebarang
kabaikan di dunia, usahakan hendak mengulanginya di akhirat” (Q.S. saba`: 49).
Begitu juga dengan kisah kehancuran yang di9 tinpakan alloh swt kepada umat
yang ingkar terekam dalam ayat-ayat berikut,:dan berapa banyak kmi binasakan
negri-negri yang penduduknya telah berlaku sombong dan tidak bersyukur dalam
kehidupannya (yangt serba mewah dan senang lenang). Maka itulah dia
tempa-tempat tinggal merekaterbiar tidak didiami orang sesudah mereka (di binasakan)
kecuali sedikit...” (Q.S. al-qasas: 58); dan”kemudian kami tepati janji kami
kepada mereka, lalu kami selamatkan mereka dan sesiapa yang kami kehendaki, dan
(sebaliknya) kami binasakan orang-orang yang melampaui batas” (Q.S. al-anbiya:
9)
Wallahu a’lam